Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap
Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap
Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap |
Selamat Datang di Web Pendidikan edukasinesia.com
Hallo teman Edukasi Lovers,senang sekali rasanya pada kesempatan kali ini saya sanggup membagikan artikel untuk menambah pengetahuan dan wawasan teman Edukasi Lovers semua.Artikel yang akan saya bagikan pada kesempatan kali ini berjudul Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap
1.Latar Belakang Kerajaan Kediri (Panjalu)
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan abreviasi dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan info dalam Serat Calon Arang bahwa, dikala tamat pemerintahan Airlangga, sentra kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada tamat November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya alasannya yakni kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang berjulukan Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat berjulukan Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang berjulukan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur berjulukan Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah berjulukan Panjalu, yang berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari Panjalu. Adapun Kahuripan yakni nama kota usang yang sudah ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering digunakan daripada nama Kadiri. Hal ini sanggup dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai ta (1178).
Nama "Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pohon pacé atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan dalam pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya mempunyai khasiat pengobatan tradisional.
Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui. Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui, sedangkan urutan raja-raja setelah Sri Jayawarsa sudah sanggup diketahui dengan terperinci menurut prasasti-prasasti yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini mencakup seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan hingga mengalahkan efek Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara berurutan yakni Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab yakni Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Chou Ju-kua menggambarkan di Jawa penduduknya menganut 2 agama : Buddha dan Hindu. Penduduk Jawa sangat berani dan emosional. Waktu luangnya untuk mengadu binatang. Mata uangnya terbuat dari adonan tembaga dan perak.
Buku Chu-fan-chi menyebut Jawa yakni maharaja yang punya wilayah jajahan : Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, kini Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan Wu-nu-ku (Maluku).
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri diperlukan sanggup membantu menawarkan lebih banyak informasi perihal kerajaan tersebut.
Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan Hindu yang pusatnya berada di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur. Kerajaan ini berdiri pada periode ke-12 dan merupakan serpihan dari Kerajaan Mataram Kuno.
Berdirinya Kerajaan Kediri diawali dengan putusan Raja Airlangga selaku pemimpin dari Kerajaan Mataram Kuno yang terakhir. Dia membagi kerajaan menjadi dua bagian, yaitu menjadi Kerajaan Jenggala atau Kahuripan dan Panjalu atau Kediri.
Hal ini bermula pada tahun 1042. Kedua putra Raja Airlangga memperebutkan tahta kerajaan Mataram Kuno. Sehingga dengan terpaksa Raja Airlangga membelah kerajaan menjadi dua bagian.
Hasil dari perang saudara tersebut, Kerajaan Panjalu diberikan kepada Sri Samarawijaya dan Kerajaan Jenggala diberikan kepada Mapanji Garasakan.
2.Lokasi Kerajaan Kediri (Panjalu)
Lokasi Kerajaan Kediri |
Kerajaan Kediri yakni sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada periode ke-12. Letak kerajaaan kediri terdapat di Jawa Timur, berada di sebelah selatan Sungai Brantas, kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Kerajaan ini merupakan serpihan dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Melalui Pelabuhan Canggu, acara perekonomian rakyat sangat lancar sehingga mendatangkan kemakmuran. Daerahnya subur dan aliran sungainya digunakan sebagai sarana transportasi. Wilayahnya semakin luas setelah Jenggala sanggup dikuasai sehingga menciptakan Kediri sebagai satu-satunya kerajaan di Jawa Timur. Wilayah kekuasaannya, mencakup Kediri, Madiun, dan serpihan barat Medang Kamulan.
3.Karya Sastra Yang Telah Ditulis Pada Zaman Kerajaan Kediri (Panjalu)
KAKAWIN BHARATAYUDDHA |
Seni sastra menerima banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara berjulukan Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga berjulukan Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana
4. Sumber Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu)
Sumber Sejarah Kerajaan Kediri |
1.Prasasti
1) Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat perihal pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Raja Jayawarsa.
2) Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono yang berisi dilema keagamaan, diperkirakan berasal dari Raja Bameswara (117-1130 M).
3) Prasasti Ngantang (1135), yang menyebutkan perihal Raja Jayabaya yang menawarkan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang sebidang tanah yang bebas dari pajak.
4) Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra yang memuat perihal sejumlah nama-nama binatang menyerupai Kebo Waruga dan Tikus Finada.
5) Prasasti Kamulan (1194 M), yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana di Katang-katang.
2.Berita Asing
Berita gila perihal Kerajaan Kediri sebagian besar diperoleh dari info Cina. Berita cina ini merupakan kumpulan info dari para pedagang Cina yang melaksanakan kegiatan perdagangan di kerajaan Kediri. Seperti Kronik Cina berjulukan Chu Fan Chi karangan Chu Ju Kua (1220 M). buku ini banyak mengambil kisah dari buku Ling Wai Tai Ta (1778 M) karangan Chu Ik Fei. Kedua buku ini menandakan keadaan Kerajaan Kediri pada periode ke-12 dan ke-13 M.
5.Raja-Raja Kerajaan Kediri (Panjalu)
Airlangga
Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, yakni pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam peperangan. Di tamat masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kediri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga hingga dikala ini masih terkenal dalam banyak sekali kisah rakyat, dan sering diabadikan di banyak sekali tempat di Indonesia.
A. Samarawijaya (1042)
Samarawijaya yakni putra Airlangga. Ia merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan niscaya berlangsung berapa usang masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja Samarawijaya memulai pemerintahannya pada dikala pemisahan Kerajaan oleh Airlangga, yaitu sekitar tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang tertulis di Prasasti Pamwatan.
B. Jayaswara (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri yakni Sri Jayawarsa, yang disebut dalam Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum dipastikan bahwa ia pengganti pribadi Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan Raja yang sangat ulet memajukan sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra Prabu (Raja Sastra). Pada masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
C. Bameswara (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri yakni Sri Bameswara yang disebut dalam Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117), Prasasti Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130).
D. Jayabhaya (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan Kediri yakni Sri Jayabhaya yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157). Jayabhaya merupakan Raja yang menjadi kenangan bagi rakyatnya, alasannya yakni pada masa pemerintahnnya Kerajaan Kediri berhasil menaklukan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai puncak kejayaan Kerajaan Kediri.
E. Sarweswara (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri yakni Sri Sarweswara yang disebutkan dalam Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).
F. Aryeswara (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri yakni Sri Aryeswara yang disebutkan dalam Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti Angin Tahun (1171).
G. Sri Gandhra (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri yakni Sri Gandhra yang disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181), masa pemerintahannya selama kurang lebih satu tahun.
H. Kameswara (1182-1194)
Raja kedelapan Kerajaan Kediri yakni Sri Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin Smaradhana. Dalam Kakawin dikisahkan perihal perkawinan antara Kameswara dengan Putri Jenggala.
I. Kertajaya (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja terakhir Kerajaan Kediri yakni Kertajaya yang disebut dalam Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Wates Kulon (1205), dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton.
Dalam Kakawin dikisahkan perihal perang Ganter dikala masa tamat pemerintahan Raja Kertajaya. Raja ini mempunyai gelar “ Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatarananindita Srengga Digjayattunggadewanama”.
Dalam tahun 1122 M Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Dengan kekalahan Kertajaya itu berakhir pula kerajaan Kediri.
J. Jayakatwang (1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan setahun akhir serangan menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.
Dari Raja-Raja di atas, sanggup diperoleh informasi, bahwa:
· Pendiri Kerajaan Kediri yakni Airlangga, dengan Raja Pertamanya yakni Samarawijaya.
· Raja terkenal di Kerajaan Kediri yakni Jayabhaya.
· Raja terakhir Kerajaan Kediri yakni Kertajaya, namun berhasil dibangun kembali oleh Jayakatwang meskipun hanya bertahan satu tahun saja. Kaprikornus bisa dikatakan juga bahwa raja terakhir Kerajaan Kediri yakni Jayakatwang.
6. Kehidupan Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan Kediri merupakan kerajaan yang berdiri pada periode XI Masehi dan merupakan kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan yang didirikan oleh Mpu Sindok dari Dinasti Isyana. Kerajaan ini terletak di wilayah pedalaman Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan hasil dari pembagian wilayah Kerajaan Medang Kamulan yang dibagi menjadi dua yakni Panjalu dan Jenggala.
Nama Keraajaan Kediri sebelumnya yakni Panjalu.
Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri yakni sebagai berikut :
a. Kehidupan Politik
Raja pertama Kediri yakni Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut mengakibatkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri mencakup seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang beraangka tahun 1135.
Prasasti ini memuat goresan pena yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam legalisasi anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala menyerupai dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang Kamulan.
Selain itu, untuk memperlihatkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang Kerajaan Kediri.
Pada masa pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran. Raja Kertajaya menciptakan kebijakan yang tidak terkenal dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini mengakibatkan banyak brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dkuasai oleh Ken Arok. Melihat peristiwa ini Kertajaya tetapkan untuk menyerang Tumapel. Akan tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan Kertajaya terbunuh. Sejak dikala itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya digantikan oleh Singasari.
b. Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri mempunyai kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut aliran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari banyak sekali peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut memperlihatkan latar belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, alasannya yakni merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa sanggup berkembang menjadi menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta yakni dengan mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
c. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan agraris, Kediri mempunyai lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri mempunyai kiprah penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah Bandar di Indonesia serpihan barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam kemudian lintas perdagangan dunia.
d. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1. Golongan masyarakat sentra (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah).
3. Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan korelasi dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga berjulukan Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.
e. Hasil Budaya
adapun hasil budaya dari Kerajaan Kediri antara lain :
1) Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di serpihan candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan hingga masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415
2) Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun alasannya yakni kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali
3) Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur.
Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai inovasi terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak inovasi Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin kerikil bata setempat.
Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan sentra politik dari daerah Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
4) Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan kini merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman
5) Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibentuk dan dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
6) Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung mempunyai tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat goresan pena menggunakan karakter Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa karakter sudah hilang karena rusak dimakan usia. Di serpihan depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah bulat tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
7) Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala perihal anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama binatang untuk pertama kalinya digunakan sebagai nama depan para pejabat Kadiri, contohnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan Kuning
8) Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang bencana 1965 melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu agresi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan alasannya yakni adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan daerah candi yang dianggap angker.
Massa pun beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian alasannya yakni candi ini terletak di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas candi telah berdiri sangkar kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak Suyoto, jikalau warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah hingga satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma dan jikalau sang laki – laki dihancurkan, maka sanggup dianggap sebagai kemenangan.
9) Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan perihal permohonan penduduk desa Panumbangan semoga piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan yakni Sri Jayawarsa.
10) Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap prasasti ini yakni berbentuk Garudhamukalancana pada serpihan atas prasasti dalam bentuk tubuh insan dengan kepala burung garuda serta bersayap. Isi prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961 Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan tetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon semoga prasasti tersebut dipindahkan diatas kerikil dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan seruan warga Talan alasannya yakni kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah anugerah berupa banyak sekali macam hak istimewa.
7.Sejarah Perkembangan Politik,Sosial,dan Ekonomi Kerajaan Kediri (Panjalu)
Sampai masa awal pemerintahan Raja Jayabaya,kekacauan akhir kontradiksi dengan Jenggala terus berlangsung.Baru pada tahun 1135 Masehi Jayabaya berhasil memadamkan kekacauan itu.Sebagai bukti,adanya kata-kata panjalu jayati pada Prasasti Hantang.Setelah Kerajaan stabil,Raja Jayabaya mulai menata dan membuatkan kerajaannya.Kehidupan Kerajaan Kediri menjadi teratur.Rakyat hidup makmur.Mata pencaharian yang penting yakni pertanian dengan hasil utamanya padi.Pelayaran dan perdagangan juga berkembang.Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh.Armada maritim Kediri bisa menjamin keamanan perairan Nusantara.Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (Panglima Angkatan Laut).Bahkan Kerajaan Sriwijaya yang pernah mengakui kebesaran Kerajaan Kediri,yang telah bisa membuatkan pelayaran dan perdagangan.Barang perdagangan di Kediri antara lain yakni emas,perak,kayu,gading,pinang,dan cendana.Kesadaran rakyat perihal pajak sudah tinggi.Rakyat menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.Menurut info Cina,dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang-orang menggunakan kain hingga di bawah lutut.Rambutnya diurai.Rumah-rumah mereka higienis dan teratur,lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau.Dalam perkawinan ,keluarga pengantin perempuan mendapatkan mas kawin berupa emas.Rajanya berpakaian sutera,memakai sepatu,dan pemanis emas.Rambutnya disanggul ke atas.Kalau bepergian,Raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 hingga 700 prajurit.
Di bidang kebudayaan,yang menonjol yakni perkembangan seni sastra dan pertunjukan wayang.Di Kerajaan Kediri dikenal adanya wayang panji.Adapun beberapa karya sastra yang terkenal yakni sebagai berikut:
1) Kitab Baratayuda
Kitab Baratayuda ditulis pada zaman Jayabaya,untuk menawarkan citra terjadinya perang saudara antara Panjalu (Kediri) melawan Janggala.Perang saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang masing-masing merupakan keturunan Barata.
2) Kitab Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara.Isinya mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini.
3) Kitab Smaradahana
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Empu Darmaja.Isinya menceritakan perihal sepasang suami istri Smara dan Rati yang menarik hati Dewi Syiwa yang sedang bertapa.Smara dan Rati kena kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) alasannya yakni kesaktian Dewa Syiwa.Akan tetapi,kedua suami istri itu dihidupkan kembali dan berkembang menjadi sebaga Kameswara dan permaisurinya.
4) Kitab Lubdaka
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara.Isinya perihal seorang pemburu berjulukan Lubdaka.Ia sudah banyak membunuh.Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa,sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka,menjadi masuk surge.
Raja yang terakhir memerintah di Kerajaan Kediri yakni Kertajaya atau Dandang Gendis.Pada masa pemerintahannya,terjadi kontradiksi antara raja dan para pendeta atau kaum brahmana,karena Kertajaya berlaku sombong dan berani melanggar adat.Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri.Para brahmana kemudian mencari proteksi kepada Ken Arok yang merupakan penguasa di Tumapel.Pada tahun 1222 Masehi,Ken Arok dengan derma kaum brahmana menyerang Kerajaan Kediri.Kerajaan Kediri sanggup dikalahkan oleh Ken Arok.
8.Masa Kejayaan Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya. Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, efek Kerajaan Kediri juga hingga masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada dikala itu semakin berpengaruh ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang berjulukan Chou Ku-fei pada tahun 1178 M berisi perihal Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang ada di Kediri cukup menerima perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin disegani pada masa itu.
9.Sejarah Kemunduran/Kehancuran Kerajaan Kediri (Panjalu)
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakertagama. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum Brahmana, perselisihan ini terjadi alasannya yakni Raja Kertajaya memerintahkan kaum Brahmana untuk menyembah ia sebagai raja, namun para kaum Brahmana menolak dan kemudian meminta proteksi Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kediri. Perang antara Kediri dan Tumapel terjadi erat Desa Ganter. Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan demikian, berakhirlah masa Kerajaan Kediri, yang semenjak dikala itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang berjulukan Sstrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranaya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, alasannya yakni dendam masa kemudian dimana leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Kehidupan politik pada serpihan awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala.Mereka tidak sanggup hidup berdampingan.Pada tahun 1052 Masehi terjadi peperangan kudeta di antara kedua belah pihak.Pada tahap pertama Panji Garasakan sanggup mengalahkan Samarawijaya,sehingga Panji Garasakan berkuasa.Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan.Tahun 1059 Masehi yang memerintah yakni Samarotsaha.Akan tetapi setelah itu tidak terdengar info mengenai Kerajaan Panjalu dan Jenggala.Baru pada tahun 1104 Masehi tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa.Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
Pada tahun 1117 Masehi Bameswara tampil sebagai Raja Kediri.Prasasti yang ditemukan,antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan Prasasti Panumbangan (1120 M).Isinya yang penting perihal pemberian status perdikan untuk beberapa desa.
Kemudian pada tahun 1135 Masehi tampil raja yang sangat terkenal,yakni Raja Jayabaya.Ia meninggalkan tiga prasasti penting,yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M),Prasasti Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M).Prasasti Hantang memuat goresan pena panjalu jayati,artinya panjalu menang.Hal itu untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Jenggala.Raja Jayabaya telah berhasil mengatasi banyak sekali kekacauan di Kerajaan.
Di kalangan masyarakat Jawa,nama Jayabaya sangat dikenal alasannya yakni adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya.Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh.
Demikianlah Artikel lengkap yang berjudul Sejarah Kerajaan Kediri (Panjalu) Beserta Penjelasannya Terlengkap.Semoga sanggup bermanfaat bagi Sobat Edukasi Lovers semuanya.Jika artikel ini bermanfaat sudi kiranya bagi teman semua untuk mengelike dan membagikan artikel ini untuk menjaga kelangsungan blog ini menjadi lebih baik.Jika ada permintaan,pertanyaan,kritik,maupun saran,silahkan berikan komentar teman semua di kolom komentar di bawah ini.
Terima Kasih…
Salam Edukasi…
Comments
Post a Comment